Saturday, October 7, 2017

GERIMIS JATUH

Penulis: Mushonah Mujahidah
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Selagi hati masih menjadi komponen yang ada dalam diri manusia, cerita tentangnya akan terus mengalir. Sekuat apa pun usaha seseorang untuk menepisnya, perasaan akan tetap ada. (Tetes Kedua, hamanan 3)

Buku ini merupakan kumpulan cerita dan prosa yang terinspirasi dari kehidupan sehari-hari penulis. Percakapan seorang Ibu dan anak laki-lakinya, percakapan seorang ayah dengan anak perempuannya, percakapan seorang adik perempuan dengan laki-lakinya, percakapan seorang laki-laki dengan dirinya sendiri, juga percakapan seorang perempuan dengan dirinya sendiri. Ada hikmah yang berusaha diselipkan pada setiap bagiannya.

Pandanglah masa lalu sesekali, seperti spion, agar tidak jatuh pada kesalahan yang sama, tetapi tetap fokus ke depan. Belajar melepaskan, melepaskan tuntutan, emosi, target, keinginan yang menyita fokus pikiran dan hati. Melepaskan tidak akan mudah, karena berarti harus siap merelakan dan mengikhlaskan. Namun setelah itu, hati akan lapang. Belajar mendengarkan, sebab bukan kebetulan Tuhan menciptakan sepasang telingga dan mulut satu. Belajar berbahagia, dengan belajar mensyukuri hal-hal paling remeh sekalipun.

Jika kehidupan adalah seperti pelayaran menuju dermaga, tentu ada berbagai ukuran perahu dengan berbagai macam bahan. Ada yang terlihat ringkih seperti tak mampu bertahan dari apa pun. Namun belum tentu perahu yang besar dari bahan terbaik dapat bertahan. Ada Allah yang memampukan, menguatkan atau melemahkan.

Apa yang membuatku(mu) terus berdoa dan tak berhenti berharap? Karena hari esok akan datang, dengan segala kemungkinan terbaik, dengan segala jawaban atas pertanyaan-pertanyaan.

Tentang perempuan dan laki-laki. Keduanya adalah ujian satu dengan yang lain, sebelum akad. Perempuan adalah makhluk serius, hatinya seperti gelas kaca. Teruntuk laki-laki, jangan terlalu ramah. Laki-laki hatinya seperti bola basket, semakin tinggi jatuh akan semakin tinggi memantul. Namun, teruntuk perempuan, jangan terlalu baik. 

Kalian, jangan pernah bermain dengan asumsi dan janji, hingga kalian saling me(di)temukan.

Perasaan kita berdua laksana air dan api. Kita tidak bisa saling mendekat. Karena jika mendekat, kita akan saling menghabisi satu sama lain. Pada akhirnya melukai satu sama lain. Lalu, Tuhan memperkenalkan sebuah alat yang dapat mempersatukan perasaan kita. Namanya teko. Kita bisa saling bersinergi untuk menciptakan air hangat maupun panas. Namun selagi belum dipersatukan oleh teko itu, kita tetaplah asing satu sama lain (Jarak antara kita, halaman 51)

No comments: