Friday, March 14, 2014

Sparkling

Dear Mamak,

Okan: Makun, how's Tokyo?
Makun: It's sparkling, Okan.
...
Okan: Makun, do your best!
...
Makun: Okan hang in there! Lets doing our best together.

*Piece of conversations in Tokyo Tower movie.

Saturday, February 22, 2014

Aku Cemburu. Bolehkah?

Aku cemburu kenapa hujan tak kunjung datang
Padahal di kota sebelah dedaunan telah kembali menghijau
Panas, gersang, seraknya abu kian memudah
Namun tidak di kotaku
Hujan seolah enggan datang
Tak hanya aku, pepohonan tertunduk merana dalam penantian
Aku tak mengerti bahasa diam mereka
Entah mendoa, menangis atau mengumpat, aku tidak tahu
Yang aku itu adalah penerimaan mereka, teramat berbeda denganku
Ku ceritakan:
Sebelum hujan abu mengguyur indah hijau semai daun mereka
Guyuran hujan pernah berhari-hari membasahi daun kecil mereka
Dulu, panas kerontang mentari berbulan memanggang ringkih tipis daun mereka
Hingga indah mahkota mereka, layu, kuyu, berguguran
Dan bahkan ada sebagaian dari mereka yang tumbang dalam penantian
Namun ketabahannya, mereka tetap berdiri
Menatap dunia, bahkan tanpa masker, payung, jas hujan atau atap
yang sekiranya bisa melindungi mereka dari debu, air atau panas yang berlebih
Dan tak pula terdengar keluh mereka,
kecuali ritme nada dari dedaunan mereka yang saling bergesek menyampaikan rasa gembira, duka, atau mungkin nelangsa
Aku tak tahu, kecuali bisu memang bahasa mereka
Sungguh penerimaan yang mengharukan

Hingga, semalam hujan deras pun datang
Memenuhi harapanku dan pohon pohon itu

Kini aku nelangsa,
Seminggu ini aku seharusnya tak perlu menguras energi,
untuk cemburu
jika aku memiliki pemahaman seperti pepohonan itu
Dengan segala keterbatasannya bahkan pepohonan itu lebih memahami,
bahwa Allah telah merencanakan yang terbaik untuk makhluk-Nya
Allah telah memutuskan rencana-Nya sebelum manusia itu ada.
Sehingga aku bahkan tak berhak untuk cemburu
Kecuali melakukan penerimaan, penerimaan yang indah*



*Terinspirasi dari Tere Liye. Daun yang Jatuh Tidak Membenci Angin

Thursday, January 30, 2014

Dia itu Ibu

Ibu itu tampak masih muda
Gurat ayu masih terlukis jelas di raut wajahnya.
kecuali, otot tangan dan kakinya yang kian menonjol keluar.
Tak ada yang akan membuat orang tahu berat beban hidupnya.
Sebab tak tampak sekalipun lisannya berkeluh.
Ketabahannya, mampu memaksa lemah tubuhnya berdamai dengan takdir kehidupannya
Di pinggir jalan,
tangan yang mulai kisut gemetaran itu kemudian menjelaskan terpaan gerimis sore itu,
bibir yang membiru mengatakan dingin yang dirasakannya
Namun sinar matanya seolah tak menyurut oleh dingin yang menggerayanginya,
lewat basah pakaian yang ia kenakan,
atau dingin tanah yang menembus pori-pori kaki.
Harapan selalu membakar semangatnya.
Untuk anaknya yang kuliah di ibukota,
dia akan melakukan yang terbaik.

*Inspired by Okan (Tokyo Tower) and some people in my hometown