Friday, March 23, 2012

EKIS

Ekonomi Islam menyeimbangkan pertumbuhan sektor finansial dan sektor ril. Setapak pun pertumbuhan sektor finansial tidak boleh terjadi tanpa pertumbuhan yang proporsional sektor ril.

Apakah tidak menghambat pertumbuhan ekonomi jika sektor finansial terlalu strict? Penurunan hanya terjadi pada sektor finansial sementara sektor ril tidak terpengaruh. Karena yang berbahaya justru pertumbuhan yang terlalu tinggi di sektor moneter akan menyebabkan bubble perekonomian. Seperti krisis finansial global pada 2008 misalnya.

 Berawal dari naiknya harga minyak dunia pada waktu yang tidak semestinya naik akibat adanya forward transaction ( transaksi jual-beli minyak yang sebenarnya minyaknya belum diproduksi). Akibatnya ekspektasi orang terhadap perusahaan naik dan profit pun meningkat. Permintaan terhadap kredit semakin tinggi dan tingkat suku bunga naik. Nah, terjadilah gagal bayar kredit masal, kondisi terparahnya adalah imprundensi bank dalam memberi pinjaman (terjadi adverse selection, subprime borrower). Bank-bank kollaps. So do it with the economy, even the effect spreads in many parts of the world.

Dari tahun 1990 sampai 2000, terhitung telah terjadi 27 kali krisis yang diakibatkan oleh bubble pasar modal dan gagal bayar kredit (perbankan).

Menurut Umer Chapra penyebab kelebihan likuiditas di sektor moneter adalah tidak diterapkannya profit and lost sharing dalam perbankan, banyaknya Credit Default Swaps dan adanya konsep "too big to fail". Tidak adanya PLS menyebabkan kreditor dengan mudah melepaskan kredit tanpa pertimbangan panjang kinerja debitor. Credit default swaps merupakan produk-produk hasil derivatif kredit, yaitu ketika surat utang diperjualbelikan untuk meminimalisir resiko gagal bayar. Sedangkan konsep terakhir merupakan bentuk kemanjaan adanya rest of the last resort dari bank sentral, dan menimbulkan moral hazard.

Nah, solusi apa yang ditawarkan ekonomi Islam?