Friday, December 29, 2017

ASSALAMUALAIKUM BEIJING!



Penulis: Asma Nadia
Penerbit: AsmaNadia Publishing House

Asma, Ashima, Ra adalah Asmara. Undangan baru beberapa hari selesai dicetak dan siap disebarkan, namun Dewa tidak bisa meneruskan ke tahap selanjutnya—pernikahan mereka batal. Semuanya terjadi begitu saja, sama sekali diluar perkiraan. Bukan karena Dewa tidak mencintainya. Mereka sama-sama terluka. Ini bukanlah akhir, justru baru permulaan (hal-hal yang tidak diharapkan yang lain).

Cinta sejati hanya mitos, keluhnya. Mimpi. Kisah pengantar tidur yang ditiup-tiupkan mereka yang belum pernah sakit hati. Semata dongeng penulis fiksi yang hanya mampu berkisah tentang romantisme murahan. Ya, cinta sejati itu hanya fiksi. (Halaman 76)

Asmara memutuskan menerima tawaran untuk menggantikan seniornya ke Beijing. Disitulah dia mengetahui cerita cinta Ashima yang konon melegenda di masyarakat Tiongkok, dari Zhongwen—teman barunya. Legenda itu mengisahkan Ashima dan Ahei yang saling mencintai, dan tentu saja berakhir tragis. Mungkin alurnya sengaja ditakdirkan seperti itu, agar berkesan, agar dapat menjadi bahan cerita di kemudian hari

Antisphospholipid Syndrome (APS) primer, sindrom yang akan selama ada di dalam tubuh Asmara, membuatnya rentan mengalami penyumbatan darah. Resikonya bermacam-macam (dan beganti-ganti), seperti stroke, serangan jantung, gagal ginjal, buta, tuli dan yang lain, tergantung bagian tubuh mana yang tersumbat. Hal yang paling berat bagi Asmara adalah, dia berisiko jika harus mempunyai anak jika ia menikah nanti. Bukan meragukan kekuasaan Allah, namun dia tidak bisa membayangkan laki-kali (suaminya nanti) hanya akan sibuk keluar masuk rumah sakit menemaninya berobat. Dan tentang mempunyai anak …  Namun, bukan Asmara jika sedih membuat dia berhenti menulis.

Kita tidak bisa menghindari takdir yang Allah berikan, tetapi bisa memilih cara bagaimana menghadapinya. (Halaman 242)

Sementara itu, Anita sudah tidak memiliki harapan lagi untuk menggantikan Asmara di hati Dewa, meskipun usia kehamilannya makin tua. Dia memutuskan mengakhiri hidupnya dengan meminum beberapa genggam obat-obatan.

Zhongwen, dengan berbagai kendala yang ada akhirnya memutuskan untuk pergi ke Indonesia. Asmara sadar, namun tidak mengingat apa pun setelah koma selama dua minggu. Selanjutnya, selama dua tahun dia rutin ke rumah sakit.

Sebagai informasi, buku ini juga difilmkan—ada beberapa bagian yang tidak sama dengan buku (kesamaanya sekitar 80 persen.) Seperti biasanya, aku lebih menyukai buku daripada filmnya. Namun keduanya sama-sama BAGUS.