Monday, May 7, 2012

Dialog


Maaf, karena diriku hidup kalian jadi begini. Keberadaanku membawa mendung yang senantiasa memayungi hidup kalian.

Begitukah menurutmu, Nak? Andaikata itu memang benar, ibu hanya berharap. Kau adalah mendung yang memayungi diri kami saat terik matahari menyengat kulit dan menjelma menjadi titik air yang memberi kami kesejukan, kedamaian dan penghidupan. Kau tau sendiri, air adalah sumber kehidupan.

Lalu bagaimana kalau aku adalah kegelapan?
Maka ibu akan mensucikanmu dan menjadikanmu cahaya paling terang yang tidak menyilaukan. Apa pun dirimu, kau adalah anugerah bagi ibu. Lalu bagaimana jika ibu ini adalah debu. Lemah, selalu terbawa angin, hina dan tidak bias membimbingmu?

Maka bergantunglah padaku, cengkeramlah pundakku kuat-kuat agar ibu tetap bertahan di sini bersamaku.Hina? bagiku ibu sama sekali tidak hina. Ibu dengan ikhlas mempertaruhkan nyawa untuk melahirkanku. Sepenuh jiwa menghidupiku dan sepenuh hati menyayangiku.Kau mencintaiku tanpa syarat. Kau membimbingku tanpa letih.

Begitukah?

Tentu saja. Semua yang ibu berikan padaku sudah lebih dari cukup. Ibu, bolehkan aku bertanya padamu…Apakah aku beban bagimu..Apakah terlalu berat membesarkanku?
Kau adalah anugerah bagi ibu. Memang berat membesarkanmu, tapi itulah takdir ibu.
Apa boleh, kalau aku pergi saja dari hidup ibu? Bisakah ibu menghapusku dari ingatan ibu? Membuang dan menguburku dan mengarungi lautan kehidupan  tanpaku.

Mengapa kau berbicara seperti itu? Ibu ingin memberikan segalanya yang kau mau. Termasuk meninggalkan ibu. Tapi, kau terlanjur melekat di hati ibu. Jika ibu melupakanmu, membuangmu, maka ibu tidak akan bisa berjalan tegak, bahkan ibu bisa mati karena kehilangan bayangmu. Kaulah nyawa ibu. Kita terikat, jika talinya terputus, maka kita akan sama-sama terluka. Kau tak berpikir untuk melukai ibu kan?

Tentu saja tidak..


Kalau begitu, peluklah ibu. Teruslah bersama ibu. Maka ibu berjanji akan terus berbahagia. Asal denganmu, mengarungi lautan duri pun tak mengapa.

No comments: