Tuesday, September 10, 2019

Tanpa Judul (6)

"...aku sedang mati-matian berusaha mengetuk pintu langit. Doa terbesarku belum Allah kabulkan, bahkan tahun lalu dalam pandangan manusia, doaku ini sedang Allah hancurkan. Allah membuatku patah berkeping-keping sebagai jawaban doaku waktu itu, Allah berikan bonus berupa trauma-trauma yang sangat banyak hingga membuatku jatuh dengan luka yang amat sangat parah ..." (Nadhira Arini, 2018)
Tanpa sengaja kamu membiarkan seseorang memasuki kehidupanmu, memberinya rumah tinggal dari badai hebat. Kamu mengira dia akan merawat rumahmu sehingga kamu mulai berpikir untuk membiarkannya tinggal, menyiapkannya satu kamar khusus, lengkap dengan perabotan dan bahkan satu vas bunga matahari di sudut jendela sebagai pemanis ruangan. Hari berganti, bulan menjadi tahun, badai sudah lama reda, musim berganti dari dingin menjadi semi. Kamu duduk mematung di teras depan rumah, orang itu berdiri di depanmu, menatapmu sejenak kemudian melangkah pergi, tanpa menoleh.
Seluruh (atau setidaknya sebagian) duniamu terasa runtuh. Sebelumnya, untuk beberapa saat kamu tidak tahu apa yang sedang terjadi, butuh waktu untuk mencerna.
Kamu mulai berpikir apa yang salah dengan dirimu, sehingga ditinggalkan. Saat itulah kamu menemukan dirimu penuh kekurangan. Kamu tidak menarik, tidak pintar, tidak kaya, pantas saja. Kamu tidak ingat, bahkan tidak bisa melihat kelebihanmu sama sekali. Saat itulah kamu kehilangan dirimu.
Kemudian kamu mulai atau lebih khusyuk berdoa, meminta pertolongan agar dikembalikan padamu duniamu yang utuh itu. Kamu berdoa, berdoa dan terus berdoa. Kemudian kamu terkadang bertanya-tanya mengapa doamu seperti tidak didengar dan terjawab. Kadang kamu merasa lelah. Tetapi, jangan berhenti, teruslah berdoa, terus berusaha, sebentar lagi, bersabarlah, sebentar lagi.

No comments: