"...aku sedang mati-matian berusaha mengetuk pintu langit. Doa terbesarku belum Allah kabulkan, bahkan tahun lalu dalam pandangan manusia, doaku ini sedang Allah hancurkan. Allah membuatku patah berkeping-keping sebagai jawaban doaku waktu itu, Allah berikan bonus berupa trauma-trauma yang sangat banyak hingga membuatku jatuh dengan luka yang amat sangat parah ..." (Nadhira Arini, 2018)
Tanpa sengaja kamu membiarkan
seseorang memasuki kehidupanmu, memberinya rumah tinggal dari badai hebat. Kamu
mengira dia akan merawat rumahmu sehingga kamu mulai berpikir untuk
membiarkannya tinggal, menyiapkannya satu kamar khusus, lengkap dengan perabotan
dan bahkan satu vas bunga matahari di sudut jendela sebagai pemanis ruangan.
Hari berganti, bulan menjadi tahun, badai sudah lama reda, musim berganti dari
dingin menjadi semi. Kamu duduk mematung di teras depan rumah, orang itu
berdiri di depanmu, menatapmu sejenak kemudian melangkah pergi, tanpa menoleh.
Seluruh (atau setidaknya sebagian)
duniamu terasa runtuh. Sebelumnya, untuk beberapa saat kamu tidak tahu apa yang
sedang terjadi, butuh waktu untuk mencerna.
Kamu mulai berpikir apa yang salah
dengan dirimu, sehingga ditinggalkan. Saat itulah kamu menemukan dirimu penuh
kekurangan. Kamu tidak menarik, tidak pintar, tidak kaya, pantas saja. Kamu
tidak ingat, bahkan tidak bisa melihat kelebihanmu sama sekali. Saat itulah
kamu kehilangan dirimu.
Kemudian kamu mulai atau lebih
khusyuk berdoa, meminta pertolongan agar dikembalikan padamu duniamu yang utuh
itu. Kamu berdoa, berdoa dan terus berdoa. Kemudian kamu terkadang
bertanya-tanya mengapa doamu seperti tidak didengar dan terjawab. Kadang kamu merasa
lelah. Tetapi, jangan berhenti, teruslah berdoa, terus berusaha, sebentar lagi,
bersabarlah, sebentar lagi.
No comments:
Post a Comment